Imago

14,000,000 Leading Edge Experts on the ideXlab platform

Scan Science and Technology

Contact Leading Edge Experts & Companies

Scan Science and Technology

Contact Leading Edge Experts & Companies

The Experts below are selected from a list of 17613 Experts worldwide ranked by ideXlab platform

Hideaki Hayashi - One of the best experts on this subject based on the ideXlab platform.

  • combining noise to image and image to image gans brain mr image augmentation for tumor detection
    IEEE Access, 2019
    Co-Authors: Leonardo Rundo, Ryosuke Araki, Yudai Nagano, Yujiro Furukawa, Giancarlo Mauri, Hideki Nakayama, Hideaki Hayashi
    Abstract:

    Convolutional Neural Networks (CNNs) achieve excellent computer-assisted diagnosis with sufficient annotated training data. However, most medical imaging datasets are small and fragmented. In this context, Generative Adversarial Networks (GANs) can synthesize realistic/diverse additional training images to fill the data lack in the real image distribution; researchers have improved classification by augmenting data with noise-to-image (e.g., random noise samples to diverse pathological images) or image-to-image GANs (e.g., a benign image to a malignant one). Yet, no research has reported results combining noise-to-image and image-to-image GANs for further performance boost. Therefore, to maximize the DA effect with the GAN combinations, we propose a two-step GAN-based DA that generates and refines brain Magnetic Resonance (MR) images with/without tumors separately: (i) Progressive Growing of GANs (PGGANs), multi-stage noise-to-image GAN for high-resolution MR image generation, first generates realistic/diverse 256×256 images; (ii) Multimodal UNsupervised Image-to-image Translation (MUNIT) that combines GANs/Variational AutoEncoders or SimGAN that uses a DA-focused GAN loss, further refines the texture/shape of the PGGAN-generated images similarly to the real ones. We thoroughly investigate CNN-based tumor classification results, also considering the influence of pre-training on ImageNet and discarding weird-looking GAN-generated images. The results show that, when combined with classic DA, our two-step GAN-based DA can significantly outperform the classic DA alone, in tumor detection (i.e., boosting sensitivity 93.67% to 97.48%) and also in other medical imaging tasks.

Dewi Anggraini - One of the best experts on this subject based on the ideXlab platform.

  • biologi dan preferensi tungau predator biologi dan preferensi tungau predator blattisocius keegani dan cheyletus eruditus pada tungau acarus siro
    2017
    Co-Authors: Dewi Anggraini
    Abstract:

    Bahan pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Bahan pangan simpanan berupa biji-bijian atau produk olahan lainnya mudah mengalami kerusakan. Penyebab kerusakan bahan pangan simpanan salah satunya adalah serangan tungau Acarus siro Linneaus (Acaridae). Tindakan pengendalian hama tungau gudang secara biologi yaitu memanfaatkan tungau predator. Tungau predator yang berpotensi mengendalikan A. siro adalah tungau Blattisocius keegani Fox (Ascidsae) dan Cheyletus eruditus Schrank (Cheyletidae). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji biologi dan preferensi tungau predator B. keegani dan C. eruditus pada mangsa tungau A. siro. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2016 di Laboratorium Hama Tumbuhan 3, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Penelitian ini dilakukan pada arena percobaan berupa cawan petri kecil yang diletakkan di atas busa pada cawan petri sedang. Ragi halus ditempatkan pada cawan petri kecil sebagai pakan tungau A. siro. Penelitian biologi terdiri dari dua perlakuan tungau predator yaitu B. keegani dan C. eruditus dan diulang sebanyak 20 kali. Pada arena penelitian ditempatkan 20 Imago A. siro sebagai pakan predator. Pengamatan perkembangan pradewasa tungau B. keegani dan C. eruditus diamati dari satu telur. Telur tersebut diamati setiap hari sampai menetas, setelah menetas pengamatan dilakukan setiap 3 jam sampai menjadi Imago. Pengamatanlama hidup Imago jantan dan betina serta keperidian tungau B. keegani dan C. eruditus dilakukan dengan mencatat lama hidup Imago jantan dan betina serta jumlah telur yang diletakkan setiap hari sampai Imago mati. Studi preferensi dilakukan dengan menempatkan Imago betina B. keegani dan C. eruditus pada arena yang sudah terdapat 10 telur, 10 larva, 10 protonimfa, dan 10 Imago tungau A. siro. Penelitian ini diulang sebanyak 20 kali. Setelah 24 jam, jumlah masing-masing fase tungau A. siro yang dimangsa dihitung dan dicatat. Data perkembangan pradewasa, keperidian, lama hidup Imago betina, lama hidup Imago jantan, dan preferensi mangsa tungau B. keegani dan C. eruditus dianalisis menggunakan uji t pada taraf kesalahan 5%. Data jumlah setiap fase yang dimangsa dianalisis menggunakan analisis ragam pada taraf kesalahan 5%. Apabila hasil analisis menunjukkan perbedaan secara nyata maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf kesalahan 5%. Hasil pengamatan biologi menunjukkan bahwa perkembangan pradewasa tungau B. keegani dan C. eruditus pada mangsa A. siro yaitu 10,16 dan 12,14 hari. Lama hidup Imago betina tungau B. keegani dan C. eruditus, yaitu 23,75 dan 17,00 hari, sedangkan lama hidup imgao jantan yaitu 17,00 dan 11,10 hari. Pengamatan keperidian menunjukkan telur yang diproduksi tungau B. keegani dan C. eruditus sebanyak 25,35 dan 38,90 butir. Hasil pengamatan preferensi mangsa menunjukkan bahwa tungau B. keegani lebih menyukai fase telur dibandingkan fase larva, protonimfa, dan Imago A. siro. Jumlah telur yang dimangsa tungau B. keegani sebanyak 2,15 butir. Sementara itu, tungau C. eruditus lebih menyukai fase telur dan Imago tungau A. siro. Hal tersebut terlihat dari jumlah yang dimangsa yaitu 2,20 butir dan 2,15 Imago A. siro.

Leonardo Rundo - One of the best experts on this subject based on the ideXlab platform.

  • combining noise to image and image to image gans brain mr image augmentation for tumor detection
    IEEE Access, 2019
    Co-Authors: Leonardo Rundo, Ryosuke Araki, Yudai Nagano, Yujiro Furukawa, Giancarlo Mauri, Hideki Nakayama, Hideaki Hayashi
    Abstract:

    Convolutional Neural Networks (CNNs) achieve excellent computer-assisted diagnosis with sufficient annotated training data. However, most medical imaging datasets are small and fragmented. In this context, Generative Adversarial Networks (GANs) can synthesize realistic/diverse additional training images to fill the data lack in the real image distribution; researchers have improved classification by augmenting data with noise-to-image (e.g., random noise samples to diverse pathological images) or image-to-image GANs (e.g., a benign image to a malignant one). Yet, no research has reported results combining noise-to-image and image-to-image GANs for further performance boost. Therefore, to maximize the DA effect with the GAN combinations, we propose a two-step GAN-based DA that generates and refines brain Magnetic Resonance (MR) images with/without tumors separately: (i) Progressive Growing of GANs (PGGANs), multi-stage noise-to-image GAN for high-resolution MR image generation, first generates realistic/diverse 256×256 images; (ii) Multimodal UNsupervised Image-to-image Translation (MUNIT) that combines GANs/Variational AutoEncoders or SimGAN that uses a DA-focused GAN loss, further refines the texture/shape of the PGGAN-generated images similarly to the real ones. We thoroughly investigate CNN-based tumor classification results, also considering the influence of pre-training on ImageNet and discarding weird-looking GAN-generated images. The results show that, when combined with classic DA, our two-step GAN-based DA can significantly outperform the classic DA alone, in tumor detection (i.e., boosting sensitivity 93.67% to 97.48%) and also in other medical imaging tasks.

Edinakusuma Wardani - One of the best experts on this subject based on the ideXlab platform.

  • preferensi dan biologi tungau predator blattisocius keegani dan cheyletus eruditus pada tungau gudang tyrophagus longior
    2016
    Co-Authors: Edinakusuma Wardani
    Abstract:

    Tyrophagus longior (Gervais) (Acaridae) merupakan salah satu hama penting pada produk bahan pangan simpanan yang sering ditemukan pada gandum, beras, beras jagung, beras ketan, dan produk olahan susu seperti susu bubuk dan keju. Pengendalian serangga dan tungau pada bahan simpan masih menggunakan pestisida kimia seperti fungisida, insektisida, dan akarisida berdampak langsung pada musuh alami tungau. Salah satu pengendalian hayati ramah lingkungan yaitu dengan pemanfaatan musuh alami. Beberapa spesies tungau predator seperti Blattisocius keegani (Fox) (Ascidae) dan Cheyletus eruditus (Schrank) digunakan untuk mengendalikan populasi tungau yang merusak bahan pangan yang disimpan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengkaji preferensi mangsa Imago tungau B. keegani dan C. eruditus pada berbagai fase T. longior, 2) mengkaji biologi tungau B. keegani dan C. eruditus pada mangsa T. longior. Penelitian dilaksanakan di Sub Laboratorium Pusat Pengembangan Agens Hayati, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang pada bulan Agustus 2015 sampai Januari 2016. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama yaitu uji preferensi, sedangkan percobaan kedua yaitu pengamatan biologi tungau B. keegani dan C. eruditus. Kedua percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan pertama, terdiri dari dua perlakuan pada masing-masing predator yaitu Imago jantan dan betina. pada telur, larva, nimfa, dan Imago T. longior. Percobaan menggunakan arena preferensi berupa cawan Petri kecil (d=6 cm) yang diberi tanda lingkaran dengan tinta merah sebanyak 4 bagian sebagai penanda peletakan mangsa. Pada masing-masing bagian ditempatkan 10 butir telur, 10 ekor larva, 10 ekor protonimfa, dan 10 ekor Imago T. longior. Setelah semua fase mangsa diletakkan di arena, kemudian seekor tungau predator yang telah dilaparkan selama 6 jam ditempatkan pada bagian tengah arena preferensi. Setelah 24 jam, tungau predator disingkirkan dari arena preferensi dan banyaknya T. longior yang dimangsa dihitung. Pada percobaan kedua, terdiri dari dua perlakuan yaitu tungau predator B. keegani dan C. eruditus. Pengamatan perkembangan pradewasa dimulai dari telur yang baru diletakkan oleh Imago betina tungau predator, pada arena percobaan yang telah ditempatkan berbagai fase mangsa T. longior yaitu 10 butir telur, 10 ekor larva, 10 ekor protonimfa, dan 10 ekor Imago. Imago betina tungau predator yang telah bertelur dikeluarkan dari arena percobaan. Setiap arena percobaan disisakan satu butir telur. Perkembangan pradewasa tungau predator diamati dan dicatat setiap 3 jam sekali hingga menjadi Imago. Pengamatan lama hidup Imago dan keperidian diamati dari sepasang Imago tungau predator yang diberi berbagai fase mangsa T. longior. Lama hidup Imago dan jumlah telur yang diletakkan ii setiap hari dicatat sampai Imago mati. Semua perlakuan pada percobaan pertama dan kedua, masing-masing diulang sebanyak 20 kali. Semua data tentang preferensi dan biologi tungau predator B. keegani dan C. eruditus dianalisis dengan uji F 5%, dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil 5%. Hasil pengamatan preferensi menunjukkan bahwa tungau betina B. keegani dan C. eruditus lebih memilih telur daripada larva, protonimfa, dan ImagoT. longior. Betina B. keegani memangsa telur, larva, protonimfa, dan Imago T. longior masing-masing 7,05, 6,30, 4,15, dan 0,95 per hari. Betina C. eruditus memangsa telur, larva, protonimfa, dan Imago T. longior masing-masing 7,40, 5,60, 3,45, dan 2,40 per hari. Hasil pengamatan biologi menunjukkan bahwa perkembangan pradewasa dan siklus hidup tungau predator B. keegani lebih singkat daripada C. eruditus. Rataan lama perkembangan pradewasa dan siklus hidup tungau B. keegani adalah 8,86 dan 12,26 hari. Lama hidup Imago jantan dan betina tungau B. keegani adalah 21,05 dan 24,25 hari serta keperidian 8,50 butir. Rataan lama perkembangan pradewasa dan siklus hidup tungau C. eruditus adalah 11,01 dan 14,11 hari. Lama hidup Imago jantan dan betina tungau C. eruditus adalah 10,35 dan 16,40 hari serta keperidian 41,80 butir.

Rowlandson William - One of the best experts on this subject based on the ideXlab platform.

  • La revolución como era imaginaria. Lezama y la política mito-poética
    2010
    Co-Authors: Rowlandson William
    Abstract:

    In the essays of Las eras imaginarias as much as in those of La expresión americana, Lezama outlines a theory in which cultural identity is founded upon a collective vision of the poetic image in history, speaking of ‘the diverse eras where la Imago imposed itself as history.’ Certain cultures that Lezama analyses, such as the Etruscan, the Carolingian, the Breton, etc. achieved this form of imaginary force. In other articles and essays, Lezama explores el potens of historic revolutions, arguing that ‘revolutions are the gravitation of the eras imaginarias.’ As is well known, the biography of Lezama during the sixties and until 1976 show areas of agreement and disagreement with the Cuban Revolution. In this paper I am not proposing to enter into this polemical biographical debate. Instead, following the declaration of Emilio Bejel that ‘in Lezama’s system, the Cuban Revolution of 1959 constitutes another great era of the image in Latin America,’ I intend to analyse the extent to which Lezama envisioned the Revolution in aesthetic, poetic and cultural terms, and to consider to what degree we can include the Cuban Revolution as another of Lezama’s eras imaginarias.Tanto en los ensayos de Las eras imaginarias como en los de La expresión americana, Lezama elabora una teoría en la cual la identidad cultural se base en una visión colectiva de la imagen poética en la historia: ‘las diversas eras donde la Imago se impuso como historia’. Ciertas culturas que analiza Lezama, como la etrusca, la carolingia, la bretona, etc. lograron esta especie de poder imaginaria. En otros artículos y ensayos, Lezama también explora el potens de las revoluciones históricas, argumentando que ‘las revoluciones son la gravitación de las eras imaginarias’. Como es bien sabido, la biografía de Lezama durante los años sesenta y hasta 1976 muestra aspectos de acuerdo y de desacuerdo con la Revolución cubana. En esta ponencia no pretendo entrar en el debate basado en esa biografía, sino, siguiendo el propósito de Emilio Bejel que ‘en el sistema lezamiano, la Revolución Cubana de 1959 constituye otra gran era de la imagen en Latinoamérica’, analizar hasta qué nivel Lezama visualizaba la Revolución en términos estéticos, poéticos y culturales, y hasta qué punto podemos incorporarla en otra era imaginaria lezamiana

  • La revolución como era imaginaria. Le- zama y la política mito-poética
    Revista LETRAL, 2010
    Co-Authors: Rowlandson William
    Abstract:

    RESUMEN Tanto en los ensayos de Las eras imaginarias como en los de La expresión americana, Lezama elabora una teoría en la cual la identidad cultural se base en una visión colectiva de la imagen poética en la historia: ‘las diversas eras donde la Imago se impuso como historia’. Ciertas culturas que analiza Lezama, como la etrusca, la carolingia, la bretona, etc. lograron esta especie de poder imaginaria. En otros artículos y ensayos, Lezama también explora el potens de las revoluciones históricas, argumentando que ‘las revoluciones son la gravitación de las eras imaginarias’. Como es bien sabido, la biografía de Lezama durante los años sesenta y hasta 1976 muestra aspectos de acuerdo y de desacuerdo con la Revolución cubana. En esta ponencia no pretendo entrar en el debate basado en esa biografía, sino, siguiendo el propósito de Emilio Bejel que ‘en el sistema lezamiano, la Revolución Cubana de 1959 constituye otra gran era de la imagen en Latinoamérica’, analizar hasta qué nivel Lezama visualizaba la Revolución en términos estéticos, poéticos y culturales, y hasta qué punto podemos incorporarla en otra era imaginaria lezamiana.ABSTRACT In the essays of Las eras imaginarias as much as in those of La expresión americana, Lezama outlines a theory in which cultural identity is founded upon a collective vision of the poetic image in history, speaking of ‘the diverse eras where la Imago imposed itself as history.’ Certain cultures that Lezama analyses, such as the Etruscan, the Carolingian, the Breton, etc. achieved this form of imaginary force. In other articles and essays, Lezama explores el potens of historic revolutions, arguing that ‘revolutions are the gravitation of the eras imaginarias.’ As is well known, the biography of Lezama during the sixties and until 1976 show areas of agreement and disagreement with the Cuban Revolution. In this paper I am not proposing to enter into this polemical biographical debate. Instead, following the declaration of Emilio Bejel that ‘in Lezama’s system, the Cuban Revolution of 1959 constitutes another great era of the image in Latin America,’ I intend to analyse the extent to which Lezama envisioned the Revolution in aesthetic, poetic and cultural terms, and to consider to what degree we can include the Cuban Revolution as another of Lezama’s eras imaginarias